Mengenal Kain Tudung Manto, Warisan Budaya Tak Benda dari Bumi Melayu

- Admin

Jumat, 17 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Proses membuat kain tudung manto

Proses membuat kain tudung manto

Batam, inikepri.com – Kain tudung manto adalah penutup kepala khas Melayu, yang dipakai perempuan yang sudah menikah saat acara adat seperti pernikahan. Namun tahukah, tudung manto dulu punya tempat istimewa karena hanya dipakai kalangan bangsawan. Lalu, bagaimana eksistensi tudung manto di masa kini?

Lembaran kain hitam berbahan sifon, terbentang di tengah-tengah ruangan. Memiliki panjang 100 sentimeter (cm) dan lebar 25 cm, kain ini direntangkan dalam area pembidang berbentuk segi empat. Untuk menghubungkan pembidang yang berbahan kayu dengan lembaran kain, digunakan benang sebegai perentang tepian kain, yang sebelumnya telah dilapisi kain tebal.

Sejurus kemudian, kain yang diregangkan tersebut dibuatkan tali air berupa garis lurus yang berguna membentuk corak. Setelah itu, barulah pekerjaan menekat atau membordir mulai dilaksanakan sesuai motif yang akan dibuat.

Namun, kegiatan menekat ini tak bisa sebentar. Perlu keterampilan tertentu untuk menekat tudung manto, karena prosesnya menggunakan benang khusus bernama pelingkan. Benang ini berbentuk pipih dan lebar, tak seperti benang umum kebanyakan.

Benang yang digunakan biasanya berwarna emas dan silver. Misalnya, untuk kain berwarna hitam, cocok dengan benang berwarna silver dan emas, kain biru cocok dengan benang warna silver.

Baca Juga :  Polri Fokus ke Hoaks dan Kampanye Hitam, Sepertiga Pasukan Urusi Yang Lain

Tudung manto memiliki banyak corak seperti awan larat, lebah bergantung, dan tampuk manggis. Di bagian tengah tudung manto, disebut bunga tabur.

Tentu, perlu kehati-hatian dan ketelitian saat menekat benang menjadi sulaman sesuai corak yang diinginkan. Setelah penekatan selesai, kain tebal dilepaskan dan diganti dengan benang lilit ubi untuk memasang oyah atau renda.

Karena dikerjakan manual dan butuh ketelitian ekstra, tak heran, proses pembuatannya memakan waktu antara 15 hari hingga sebulan lamanya.

Kepala Bidang Kebudayaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam, Muhamad Zen mengatakan, tudung manto merupakan kelengkapan pakaian adat perempuan Melayu. Kata tudung manto berasal dari kata tudung, yang artinya tutup kepala, sedangkan manto merupakan sulaman atau bordiran yang menggunakan pelingkan atau benang khusus untuk manto.

“Tudung manto merupakan selendang yang diberikan motif benang khusus, namun saat dikenakan, fungsinya sebagai tudung atau tutup kepala,” kata Zen.

Di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), jelas Zen, nama tudung manto sebenarnya sudah tak asing lagi. Tutup kepala itu diperkirakan sudah ada sejak sekitar tahun 1755 silam, dimana saat itu merupakan zaman Kerajaan Riau Lingga yang berkuasa di semenanjung Melayu.

Baca Juga :  Jalin Silaturahmi, RAMAH Makan Malam Bareng Awak Media

“Namun, tudung manto tetap dibuat hingga sekarang di wilayah Kepri,” tutur pria yang hobi membuat songket tersebut.

Tudung manto, sambung Zen, dikenakan untuk menutup kepala dengan sebagian kain dibiarkan agak terjurai atau terjuntai ke samping pipi kanan dan kiri. Penutup kepala yang dipakai perempuan Melayu ini, biasanya dipadupadankan dengan baju kurung Melayu tradisional.

Zen menceritakan, pada zaman dulu, tudung manto kebanyakan hanya dipakai oleh kaum bangsawan untuk acara adat, seperti perkawinan. Di Kesultanan Balai Rong Sari di Aceh, menurutnya, juga menggunakan tudung manto saat acara tertentu.

“Di negara tetangga seperti Malaysia, tudung manto juga dikenakan perempuan Melayu, tak ubahnya seperti di Kepri dan Riau,” sebutnya.

Zen juga menjelaskan, tudung manto terbuat dari kain sifon dengan warna tertentu seperti kuning, hijau, merah, biru, dan hitam. Semua kalangan bisa memakai warna apa saja, kecuali warna kuning. Memang, pada masa itu tudung manto dipakai oleh ibu-ibu berdasarkan keturunan. Khusus warna kuning, biasanya dikenakan keturunan tengku, warna hijau untuk tuan said, sementara warna biru bangsawan.

Baca Juga :  Laksanakan GEBRAK, PKK Kota Batam Bagikan Ribuan Masker untuk Masyarakat

Pada umumnya, tudung manto yang dipakai berwarna hitam.

“Dahulu tudung manto dipakai untuk perempuan yang sudah menikah, namun sekarang siapa saja bisa pakai,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam, Ardiwinata mengatakan, tudung manto merupakan warisan budaya tak benda. Karena itu, generasi zaman sekarang mesti mengetahui peninggalan budaya tersebut dan merawat eksistensinya.

“Memang sudah mulai jarang yang mengenakan, namun tak ada salahnya untuk tetap dipertahankan eksistensinya, syukur-syukur generasi sekarang mau memakainya,” tutur Ardi.

Menurut Kepala Dinas, tudung manto merupakan salah satu peninggalan yang menandakan jati diri bangsa. Karena itu, pihaknya akan mendorong agar lebih banyak warga Batam yang melestarikan atau mengenakan salah satu item busana tersebut.

“Bagi adik-adik yang ingin mengetahui tentang tudung manto, silahkan datang ke Kantor Disbudpar Batam di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM), kami akan menjelaskan detailnya,” tutupnya.

Berita Terkait

Pengembangan Kawasan Terpadu Rempang Eco-City, Menko AHY Apresiasi Kinerja BP Batam
Rakor Terkait Transmigrasi di Rempang, Menko AHY: Jadikan Contoh Sukses Pembangunan Kawasan Ekonomi Berkelanjutan
68 Kepala Keluarga Warga Rempang Terima Sertifikat Hak Milik
RPJMD Batam Sesuaikan Visi Misi Amsakar-Li Claudia
Tidak Dimanfaatkan Dua Tahun, BP Batam Akan Tarik Kembali Lahan yang Telah Dialokasikan
Cahaya Ramadan Penuh Berkah, PLN Batam Salurkan 650 Paket Sembako
Li Claudia Chandra Sebut Kemudahan Perizinan Mampu Tingkatkan Gairah Investasi di Batam
Peringatan Malam Nuzulul Qur’an, Amsakar Ajak Jamaah Amalkan Al-Qur’an dalam Kehidupan
Tag :

Berita Terkait

Selasa, 18 Maret 2025 - 23:17 WIB

Pengembangan Kawasan Terpadu Rempang Eco-City, Menko AHY Apresiasi Kinerja BP Batam

Selasa, 18 Maret 2025 - 20:51 WIB

68 Kepala Keluarga Warga Rempang Terima Sertifikat Hak Milik

Selasa, 18 Maret 2025 - 16:10 WIB

RPJMD Batam Sesuaikan Visi Misi Amsakar-Li Claudia

Selasa, 18 Maret 2025 - 15:59 WIB

Tidak Dimanfaatkan Dua Tahun, BP Batam Akan Tarik Kembali Lahan yang Telah Dialokasikan

Selasa, 18 Maret 2025 - 15:54 WIB

Cahaya Ramadan Penuh Berkah, PLN Batam Salurkan 650 Paket Sembako

Berita Terbaru

Ilustrasi. Foto: Istimewa

Internasional

Kemlu Pulangkan Ratusan WNI Korban Penipuan Daring di Myanmar

Rabu, 19 Mar 2025 - 03:05 WIB