Batam, inikepri.com – Beredar kabar Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecewa karena larangan mendukung hanya berlaku di masjid dan tidak di mal, untuk membusukan virus penularan corona baru (Covid-19).
Kabar ini merupakan judul artikel “MUI Kecewa Larangan Berkumpul Hanya Berlaku di Masjid, di Mal Tidak!” yang dikutip situs law-justice.co.
Berikut isinya:
Jakarta, law-justice.co – Majelis Ulama Indonesia didukung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak setuju dengan orang-orang di Pusat Pengeluaran yang ada di Bandara Soekarno Hatta, beberapa waktu lalu ditengah-tengah Pandemi Corona .
Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abas mengatakan hal ini menyebabkan kebingungan dikalangan masyarakat.
Harusnya kata dia, Pemerintah dapat memutuskan masyarakat untuk tidak terkendali tanpa terkecuali di tengah pandemi Covid-19. Anwarenangan, tindakan tegas bukan hanya untuk koordinasi di rumah ibadah saja.
“Hal demikian tentu saja telah meminta tanda tanya di kalangan umat, menunggu pihak pemerintah dan pejabat tahunya hanya mengeluarkan dan mengatakan kepada mereka fatwa MUI,” kata Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Anwar menambahkan, sebelumnya pihaknya telah mengeluarkan fatwa agar umat Islam di daerah yang mentransfer virusnya tidak terkendali, melaksanakan ibadah di rumah saja. Mulai dari salat jumat, salat berjamaah lima waktu dan salat tarawih, semua diimbau dilakukan di rumah saja.
Fatwa MUI ini oleh pihak pemerintah tampak sangat mengundang dan dipegang kuat sebagai dasar untuk mendukung orang untuk mendukung masjid, baik untuk melaksanakan salat jumat dan salat berjamaah.
“Tapi yang menjadi pertanyaan pada pemerintah,” Tapi yang menjadi pertanyaan di masjid, tapi di atas, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat lain, “tegasnya.
Dia berharap Pemerintah dapat meminta Kebijakan dan tindakannya untuk membuat aturan yang jelas dan tegas dalam menyikapi pandemi Covid-19 tanpa terkecuali. Dapat memberikan yang sama untuk semuanya.
“Mengembalikan untuk hal-hal yang memang sangat penting, sehingga semua elemen dapat diterima dengan ikhlas menerimanya. disetujui dan disetujui,”tegasnya.
Benarkah MUI Kecewa sebab larangan hanya berlaku di masjid dan tidak di mal? Simak penelusuran cekfakta.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta membahas klaim Yang Menyebut, MUI Kecewa sebab larangan membahas hanya berlaku di masjid dan tidak di mal, dengan meminta Konfirmasi Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abas.
Berikut ini adalah beberapa yang terkait:
“IRONI DAN HAL2 YANG TIDAK MENGENAKKAN DALAM PENANGANAN COVID-19
Ada ironi atau hal2 yang sangat sulit kita terima dengan kesulitan sehat ada pertentangan sikap dalam hal usaha kita untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona yang sudah sama2 kita bahas sangat berbahaya seperti ini di mana kita perlu bantuan yang ada tapi kita perlu mencari bantuan. Kita harus membendung dan menerbitkan publikasi yang sudah menyebarkan virus korona menjadi terkendala karena mewakili ambivalensi sikap dari pemerintah yang ditegaskan dengan rumah ibadah tetapi tidak sesuai dengan yang lain.
Bagi MUI setelah melihat dan mengkaji tentang virus corona ini juga bahaya dan dampak buruk juga kemudaratan yang bisa ditimbulkannya MUI telah mengeluarkan fatwa agar umat islam di daerah yang menentang virusnya tidak terkendali, tidak memfungsikan shalat jumat dan shalat berjamaah lima waktu dan shalat tarawih di mesjid dan mushalla tapi mengerjakannya di rumah saja.
Fatwa MUI ini dibuat oleh pihak pemerintah yang sangat menyukai dan dipegang dengan basis yang kuat untuk mencegah orang melakukan dialog untuk shalat jumat dan shalat berjamaah.
Saya rasa hal ini sudah merupakan satu tindakan yang benar. Tapi yang menjadi pertanyaan pada pemerintah tentang orang yang membantah di mesjid Tapi tidak menyetujui dan tidak sulit melawan orang2 yang berkompetisi di pasar, di mall2, di bandara, di kantor2 dan di pabrik2 dan di tempat2 lainnya? Pertanyaan tentang shalat jumat dan shalat jamaah serta tarawih di mesjid karena aman.
Namun di wilayah dan daerah yang sama tidak ada petugas yang dengan pengeras suara menghimbau masyarakat di pasar, di mal, dijalan, di bandara, di kantor dan di pabrik2 dll untuk mengingatkan mereka mencari menjauhi ber kumpul2 karena berbahaya.
Hal demikian tentu saja telah mengundang tanda tanya di kalangan umat mengharapkan melihat pihak pemerintah dan pejabat tahunya hanya berlaku dan mereka yang membahas tentang fatwa MUI padahal di fatwa dan shalat berjamaah dengan memperhatikan protokol medis yang ada.
Tapi pemerintah dan petugas tetap hanya mempertimbangkan dan tidak ada masalah yang terjadilah adu mulut antara masyarakat dengan petugas di daerah tersebut. Orang-orang percaya saya akan dapat menerima apa yang disampaikan dan dikirim oleh pemerintah dan meminta mereka untuk meminta shalat jumat dan berjamaah di mesjid karena mereka adalah yang berhak atas pemerintah dan operator yang benar-benar bertanggung jawab untuk menegakkan tampa disetujui.
Jadi penegakan larangan itu tidak hanya untuk koordinasi di mesjid saja tetapi juga di pasar, di mal, di jalan di terminal di bandara2 di kantor2, pabrik2, industri dll yang mendukung agar kita bisa memperbaiki mata rantai penularan virus ini dengan cepat.
Jika pemerintah dan petugas dapat melakukannya, tentu saja kegelisahan dan keresahan di masyarakat tidak akan ada karena semua kità sudah tahu bahaya dari virus tersebut.
Kita tentu saja jelas2 tidak mau dan tidak ingin hal itu terjadi karena kita tentu saja tidak mau pemerintah dan pejabat tidak setuju karena ada ironi dan realitas2 yang paradoks di dalam tindakan pemerintah dan petugas yang dibuat demikian terjadi. Untuk itu, bagi kami semua dan bagi terciptanya ketenangan dalam masyarakat maka pemerintah harus dapat memperbaiki kebijakan dan tindakan yang ada selama ini untuk kemudian membuat aturan yang jelas dan menegakkan yang menyediakan bantuan yang sama untuk semuanya – untuk hal2 yang memang sangat penting – Jadi, semua elemen yang berhubungan dengan ikhlas menerimanya sehingga mereka benar2 memenangkan dan mematuhinya. Tks. Anwar Abbas Sekjen MUI.”
Dalam jawaban tertulis tersebut, Anwar Abas mengingatkan pemerintah untuk meminta izin dalam menjalankan kebijakan Covid-19, untuk menghindari kesalahpahaman dalam masyarakat.
Anwar mengaku, menyatakan ditulisnya telah mengundang berbagai penafsiran. “Rilis aku seperti ini, bagaimana penafsirannya, aku lihat bermacam-macam. Tapi maksudku yang sudah aku tulis,” kata Anwar dikutip dari Liputan6.com.
Respon Pemerintah
Pihak Pemerintah Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan kabar tersebut, seperti dikabarkan dalam artikel berjudul Mahfud Tanggapi Sekjen MUI Soal Larangan Salat di Masjid TAPI Pasar Ramai Yang diterbitkan merdeka.com.
Dalam artikel itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD yang terkait dengan Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas yang mendukung pemerintah tidak terkait dengan masyarakat dan salat berjemaah di masjid.
“Saya tidak melihat MUI kecewa dengan apa yang terjadi karena menganggap orang MUI bukan MUI-nya,” kata Mahfud dalam siaran telekonferensi, Selasa (19/05).
Dia menjelaskan ada beberapa sektor yang dibuka oleh pemerintah. Seperti bandara yang hanya mengangkut para penumpang yang memiliki surat tugas dan kriteria sehat dan protokol kesehatan.
Kesimpulan
Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abas tidak setuju atas larangan disetujui di masjid tetapi di mal tidak. Dia mengaku, menjawab ditulisnya telah menimbulkan berbagai penafsiran.
Sementara, pihak pemerintah yang diwakili Mahfud MD menilai, soal kekecewaan adalah sikap orang MUI, bukan MUI sebagai lembaga.