INIKEPRI.COM – Komisi VI DPR RI menyindir soal rangkap jabatan kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dirangkap oleh wali kota daerah tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra Khilmi menyebut, BP Batam dulunya badan terpisah dengan pemerintah setempat. Namun, pada akhirnya wali kota juga merangkap jabatan kepala BP Batam yang mengurus pengembangan wilayah tersebut.
“Jadi di situ terjadi anggaran dobel, di samping Bapak (Wali Kota dan Kepala BP Batam Muhammad Rudi) dapat pendapatan asli daerah (PAD) dari (jabatan) wali kota, juga dapat tiap tahun anggaran belanja dari APBN,” katanya dalam rapat kerja dengan BP Batam di DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
BACA JUGA :
Bereskan Rempang Eco City, BP Batam Minta Rp1,6 T ke Sri Mulyani
Nama Kepala BP Batam dari Masa ke Masa
“Seharusnya kan pembangunan di Batam dengan adanya anggaran dobel dari PAD dan APBN itu bisa sangat bagus lah,” sentil Khilmi.
Ia tak menampik adanya kemajuan infrastruktur dan pembangunan Batam dalam beberapa tahun terakhir. Namun, Khilmi menyayangkan terjadinya konflik belakangan ini imbas proyek strategi nasional (PSN) Rempang Eco City.
Menurutnya, Muhammad Rudi selaku Wali Kota dan Kepala BP Batam harus paham betul bagaimana keinginan masyarakat Rempang. Khilmi mengatakan Rudi kudu bisa melakukan pendekatan yang cermat kepada warga lokal, bukan berujung demo.
“Orang itu kan mata pencahariannya dan kultur sosial sudah melekat di situ. Kalau misal dipindah ke tempat lain, tapi kultur dan mata pencahariannya mati, itu kan penghasilannya berhenti,” kritik Khilmi.
Membalas hal tersebut, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan relokasi bakal diutamakan kepada 700 kepala keluarga (KK) dari 3 kampung adat di Rempang untuk kepentingan PT Makmur Elok Graha (MEG) membangun pabrik kaca dan solar panel hasil investasi Xinyi Group. Lalu, ada 1 kampung lain di luar Rempang yang akan dibangun tower PT MEG.
Ia menegaskan tidak semua warga terdampak di kawasan 17.600 hektare Rempang Eco City akan direlokasi. Kendati, Rudi menyebut ada provokator yang menyulut emosi warga hingga terjadi bentrokan.
“Jadi pimpinan Komisi VI, sebetulnya sosialisasi sudah berjalan. Saya kira ini ada internal pemerintah dan mungkin ada eksternal. Karena awalnya bagus-bagus saja, tapi setelah ketika kita mau masuk kembali sepertinya banyak sekali provokator dari luar sehingga masyarakat sudah mulai berpikiran lain,” ungkap Rudi.
“Karena dari luar banyak pengusaha menguasai lahan di atas 17.600 hektare, ada 100 hektare, 200 hektare. Karena statusnya hutan lindung dan hak pengelolaan atas tanah (HPL), dia tidak akan diganti rugi, maka kita mau ambil kembali. Ini jadi pro kontra sehingga mereka gunakan alasan masyarakat 16 kampung di atas 17 ribu. Sehingga mereka mengumpulkan kekuatan untuk meminta agar kampung tua tidak dipindahkan,” imbuhnya.
Ia juga membedah soal dua demonstrasi di Rempang belakangan ini. Rudi mengakui demo pertama memang dilakukan oleh 80 persen warga Rempang terdampak, tetapi tidak dengan demo kedua.
Menurutnya, demo kedua yang pecah di Rempang bukan dilakukan warga lokal. Rudi mengatakan mungkin hanya 10 persen warga Rempang yang berdemo, di mana sisanya orang dari luar wilayah tersebut.
“Dari koordinator umum sampai ke bawah, mereka bukan orang Rempang. Ini menjadi masalah. Pengalaman (demo) pertama mungkin agak bereaksi para aparatnya, tapi tidak ada sampai luka. Yang dikirim berita hoaks terjadi di tempat lain,” tandasnya.
Terlepas dari itu, rangkap jabatan kepala BP Batam dan wali kota ditetapkan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan dualisme di wilayah tersebut. Ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Berdasarkan beleid tersebut jabatan kepala BP Batam dirangkap secara ex-officio oleh wali kota Batam. (RBP/CNNINDONESIA)