INIKEPRI.COM – Wakil ketua koperasi HKTI TAMARA BUMI INDONESIA Provinsi Kepulauan Riau, Aldian Sanesta, memberikan pernyataan terkait pemberitaan adanya dugaan aktifitas pengolahan dan pengiriman arang kayu manggrove (bakau) ilegal di Kota Batam, Kamis (2/5/2024)
Pemberitaan tersebut menyebutkan bahwa ribuan karung arang kayu mangrove (bakau) yang dibongkar di pelabuhan milik PT. ABS yang beralamat di pulau Nipah jembatan 2 Barelang Kelurahan setokok, Bulang, Galang, patut dipertanyakan dan diduga ilegal. Dikarenakan informasi yang diterima oleh media tersebut bahwa saat ini pemerintah telah membekukan/menghentikan izin pengelolaan arang bakau karena mengancam punahnya atau rusaknya lingkungan hidup sebagai hutan yang dilindungi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita memberikan apresiasi kepada semua pihak atas keperduliannya terhadap lingkungan dalam upaya mengawal sistem penegakan hukum oleh pemerintah dan aparatur hukum khususnya di Kota Batam,” ungkapnya saat dikonfirmasi INIKEPRI.COM.
Dengan maraknya penebangan/ pembalakan hutan manggrove (bakau) beberapa waktu yang lalu di Kota Batam, jelas dia, hal ini sangat menjadi perhatian dan atensi khusus bagi pemerintah terutama aparatur penegak hukum dalam upaya menjaga kelestarian hutan mangrove (bakau) agar tak terjadi deforestasi akibat pembalakan liar (tanpa izin) yang dilakukan oleh masyarakat maupun para pelaku usaha.
“Semua pihak berhak untuk memberikan informasi agar kegiatan ilegal tersebut dapat dihentikan. Namun masyarakat juga wajib mengetahui dan memahami aturan dan perundang-undangan yang berlaku agar tak terjadi kesalah fahaman dalam memberikan informasi yang dapat merugikan pihak lain,” lanjut dia.
Menurutnya, berdasarkan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang pengolahan hasil hutan manggrove (bakau) memang sudah tidak diperbolehkan lagi, karena banyaknya kegiatan ilegal (tanpa izin) terhadap hutan mangrove (bakau) yang dilakukan oleh masyarakat atau pelaku usaha dibeberapa wilayah di Indonesia termasuk Kota Batam yang dapat mengancam ekosistem dan menyebabkan kerusakan serius terhadap lingkungan. Sehingga pemerintah melalui kementerian LHK menutup/menghentikan Sistim Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) yang biasa digunakan oleh masyarakat dan pelaku usaha sebagai sarana informasi dan lainnya terkait usaha yang dilakukan.
SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan) adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan menyebarkan informasi penatausahaan hasil hutan kayu.
“SIPUHH ini memang sudah dibekukan/ditutup sementara oleh KLHK pada Januari 2023. Artinya tidak diperbolehkan lagi bagi masyarakat maupun pelaku usaha untuk melakukan penebangan baru terhadap kayu mangrove (bakau) meskipun berada pada wilayah/lahan yang memiliki ijin pemanfaatan hasil hutan kayu. Namun, tak ada aturan dari pemerintah yang melarang masyarakat maupun pelaku usaha untuk menjual hasil olahan kayu manggrove yang masih tersisa (Sisa produksi) sebelum SIPUHH dibekukan/dihentikan sementara,” jelasnya.
Dia juga menegaskan bahwa terkait pengiriman/penjualan arang hasil olahan kayu mangrove (bakau) di pasar lokal ataupun ekspor yang dilakukan oleh masyarakat dan pelaku usaha, belum ada larangan yang diterbitkan oleh pemerintah.
“Sebab sebelum pengiriman yang dilakukan memalui pelabuhan kargo tentunya sudah melewati proses pengecekan oleh instansi terkait sehingga diterbitkanlah dokumen/izin pengiriman,”sambungnya.
Awal Ditutupnya SIPUHH
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penutupan SIPUHH dilakukan pada awal Januari 2023 oleh Kementerian LHK terkait adanya pembalakan hutan mangrove (bakau) dibeberapa wilayah di Indonesia salah satunya di KotaBatam oleh masyarakat maupun pelaku usaha yang tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang menyebabkan terjadi kerusakan serius terhadap lingkungan.
Bahkan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah melakukan penyegelan terhadap gudang yang berada di kawasan Sembulang Jembatan 4 Barelang dan menetapkan seorang pengusaha arang berinisial A sebagai tersangka yang juga diketahui sebagai pemilik gudang dan Dapur Arang tersebut. Karena diduga telah melakukan pembalakan/pembabatan hutan manggrove di Kota Batam (Barelang) yang memang merupakan wilayah yang tidak memiliki izin pemanfaatan hutan.
Oleh karenanya pengusaha tersebut menjalani proses hukum yang sampai saat ini masih berlangsung, dan gudang miliknya masih dalam keadaan tersegel hingga saat ini.
Terkait pengiriman Arang yang diterima oleh Koperasi HKTI Tamara Bumi indonesia, Aldian sekali lagi menegaskan, bahwa dari awal perizinan sudah lengkap, dan selalu menjalankan peraturan yang ada.
“Untuk wilayah yang memiliki perizinan terkait pemanfaatan hasil hutan sebelum SIPUHH ditutup sementara di Kepri hanya ada dua kabupaten, yakni Karimun dan Lingga, dan untuk wilayah Riau ada di Selat Panjang,” jelas dia lagi.
“Kita Koperasi HKTI hanya menerima pengiriman dari wilayah yang memiliki izin, dan itu sisa produksi sebelum SIPUHH ditutup sementara. Jadi, selain sisa produksi di wilayah yang memiliki izin tidak boleh siapapun melakukan aktifitas pemanfaatan hutan mangrove, makanya kita apresiasi atas kinerja pemerintah dan aparatur hukum dalam memberantas dan menindak tegas pelaku penebangan ataupun memproduksi hutan mangrove khusunya di Kota Batam,” lanjut Sanesta.
Penulis : RP
Editor : IZ