INIKEPRI.COM – Keterlibatan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam terorisme di negara lain atau Foreign Terorist Fighter (FTF) dinilai akan menjadi tantangan penanganan terorisme di masa pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
“Kita berharap dapat menjemput mereka (WNI terlibat FTF) di sana. Itu bentuk perlindungan kepada warga negara kita. Kita akan melakukan program deradikalisasi kepada mereka,” jelas Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (Deputi 2 BNPT), Irjen Pol Ibnu Suhaendra, dalam keterangannya terkait pada acara #bicaraterorisme Tantangan Penanganan Terorisme di Masa Pemerintahan Baru di The Habibie Center, di Jakarta, seperti dikutip pada Jumat (17/5/2024).
Ibnu mengatakan, negara harus hadir melindungi seluruh WNI dari terorisme, termasuk melalui rencana pemulangan (repatriasi) WNI yang berada di kamp-kamp pengungsian di wilayah Timur Tengah.
Sampai saat ini Pemerintah Indonesia belum mengambil keputusan mengenai pemulangan WNI di luar negeri yang terasosiasi dengan FTF.
Namun, BNPT dipastikan telah berkoordinasi dengan seluruh Kementerian dan lembaga terkait rencana ini, melalui mekanisme yang tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kepmenkopolhukam) No. 90/2023
“Sesuai dengan amanat Kepmenkopolhukam No 90/2023 Kep ini mengatur tentang alur dan mekanisme penanganan WNI terasosiasi FTF di luar negeri,” katanya.
Lebih lanjut Ibnu mengatakan, tantangan penanganan terorisme juga muncul dari pelibatan perempuan dan anak pada aksi terorisme yang jumlahnya semakin meningkat.
Berdasarkan data BNPT, saat ini lebih dari 60 perempuan dan 20 anak di bawah umur yang dilibatkan dalam terorisme. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, terutama di era sebelum munculnya kelompok teroris ISIS.
“Kelompok teroris ISIS membolehkan perempuan bahkan anak-anak melakukan amaliyah,” ungkap dia.
Menurut Deputi 2 BNPT, keterlibatan perempuan dan anak pada aksi terorisme biasanya dilakukan dengan modus sederhana menggunakan peralatan yang mudah dan murah.
“Kasus-kasus teror dengan hanya bermodalkan pisau atau korek api,” katanya.
Selain dua tantangan tersebut, lanjutnya, terdapat juga empat tantangan lainnya yang dihadapi pemerintahan baru, yaitu terkait residivis terorisme, dinamika kekerasan di Papua, penggunaan teknologiteknologi dan pendanaan terorisme.
Penulis : DI
Editor : IZ