INIKEPRI.COM – Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia tahun anggaran 2024 kembali mengguncang Pemerintah Kabupaten Natuna. Dalam audit terperinci, BPK menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp16,3 miliar yang harus dikembalikan sebelum batas waktu 20 Mei 2025. Temuan ini membuat sejumlah pejabat daerah dilaporkan mulai “keringat dingin”.
Audit BPK mencatat 29 temuan dari berbagai organisasi perangkat daerah (OPD), mulai dari pengadaan bahan bacaan media, pembelanjaan barang habis pakai di kecamatan, hingga kegiatan fisik di Dinas Pekerjaan Umum (PU). Di Dinas PU sendiri, dari sekitar 2.000 kegiatan fisik sepanjang 2024, sejumlah proyek dinilai bermasalah.
Namun yang paling mencolok, Rp10 miliar dari total kerugian berasal dari utang pajak pasir kuarsa yang belum dilaporkan. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Natuna, Suryanto, membenarkan adanya temuan tersebut.
“Rp10 miliar utang pajak pasir kuarsa, belum dilaporkan,” kata Suryanto saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (8/5/2025).
Yang menjadi pertanyaan publik, utang pajak sebesar itu tidak tercantum dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) 2024, dan baru terungkap dalam pemeriksaan BPK. Kondisi ini memicu sorotan tajam terkait transparansi dan pengelolaan keuangan daerah.

Batas Waktu Pengembalian: 20 Mei 2025
BPK memberi ultimatum: kerugian negara harus dikembalikan paling lambat 20 Mei 2025. Jika tidak, temuan tersebut akan dicatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum.
“Kalau tidak segera ditindaklanjuti, bisa berbuntut panjang, termasuk potensi pidana,” ungkap salah satu sumber internal di lingkungan Pemkab Natuna.
Kini, sorotan publik tertuju pada langkah korektif yang akan diambil Pemkab Natuna. Apakah kerugian negara bisa dikembalikan tepat waktu? Atau justru membuka babak baru kasus hukum?
Penulis : IZ