Kendati ditempa dengan kehidupan yang berat, Amsakar berhasil menamatkan SD pada tahun 1981 tepat waktu, bahkan dengan predikat Juara III. Atas prestasi yang diraih tersebut, Amsakar selanjutnya masuk ke SMP II Kelas Jauh Raya tanpa tes. Pada masa inilah sebuah tempaan dan pembelajaran kehidupan dilalui dengan penuh keringat, air mata, kesedihan dan tentu saja, duka cita. Betapa tidak, dengan usia yang baru 13 tahun, Amsakar harus menempa diri mengayuh sepeda menempuh perjalanan 16 kilometer (km) jauhnya dari Kampung Suak Tangun, tempat tinggalnya, menuju ke sekolah.
“Kalau berangkat sekolah itu pukul 11.00 untuk mengejar masuk sekolah pukul 14.00. Banyak cerita saat SMP ini, meski ini waktu terberat, tapi saya berhasil menamatkan SMP tepat waktu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Singkat cerita, pada tahun 1984, Amsakar meneruskan pendidikannya di SMA Negeri Dabosingkep. Selama melanjutkan pendidikan di SMA ini, Amsakar tinggal di Kampung Baru dengan Pak Itam Buang dan Mak Itam Tasni. Masa SMA bagi Amsakar, telah menorehkan kesan tersendiri, khususnya yang terkait dengan prestasi belajar yang memperlihatkan tren meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan, ketika tamat SMA, Amsakar berhasil menjadi Juara I di kelasnya.
Selepas SMA pada tahun 1987, Amsakar melanjutkan studi di Pekanbaru. Ayahanda, Achmad Jubil, merasa sangat heran dengan anaknya yang satu ini. Suka ngebeng dan jago merokok, tapi di sekolah Juara Kelas, telah membuat Ayahandanya perlu mendiskusikan rencana ke depan anaknya ini. Masih cukup terngiang di ingatan, kala itu hari Sabtu malam Minggu, Amsakar dipanggil untuk datang ke rumah. Sang Ayah memulai pembicaraan.
“Milu, Pak Ngah nak tahu, kau masih mau melanjutkan sekolah atau tidak? Kalau mau melanjutkan kemana rencananya, kalau tidak apa langkah kau berikutnya?” Amsakar menirukan pertanyaan sang Ayah.
Mendapat pertanyaan yang demikian itu, Amsakar langsung menjawab, “Saya nak kuliah ke Pekanbaru Pak Ngah. Itu jawaban saya kala itu,” ujarnya, sembari terkenang.