Jakarta, inikepri.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut bahwa pasien Covid-19 yang meninggal hukumnya mati Syahid. Dalam hukum islam istilah mati syahid digambarkan dengan keadaan seseorang yang mati ketika menegakkan agama Allah SWT.
Ungkapan mati syahid yang disebut MUI itu dicantumkan dalam Fatwa nomor 18 Tahun 2020. Selain soal mati syahid bagi pasien covid-19 fatwa itu juga memuat soal Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi Covid-19.
Fatwa tersebut mengatur beberapa hal, salah satunya proses pengurusan jenazah yang sesuai protokol kesehatan mulai tahap pemandian jenazah, pengkafanan, penyolatan hingga penguburan.
“Merujuk pada Fatwa MUI tersebut, umat Islam yang meninggal akibat Covid-19 dihukumi mati syahid, yaitu syahid akhirat yang berarti muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu (antara lain karena wabah atau tha’un, tenggelam, terbakar, dan melahirkan), yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid (dosanya diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab),” tulis dalam rilis MUI beberapa waktu lalu.
Meski terkesan kontroversi, namun fatwa mati syahid yang dimaksud juga tergolong jenisnya.
Rasulullah SAW dalam sebuah hadits riwayat muslim bersabda, bahwa dari Abu Hurairah, beliau berkata;
“Rasulullah SAW bersabda: Apa yang dimaksud orang yang mati syahid di antara kalian?”
Para sahabat menjawab, “Wahai RasululLah, orang yang meninggal di jalan Allah itulah orang yang mati syahid.”
Beliau bersabda: “Kalau begitu, sedikit sekali jumlah umatku yang mati syahid.”
Para sahabat berkata, “Lantas siapakah mereka wahai RasululLah?”
Beliau bersabda: “Barangsiapa terbunuh di jalan Allah maka dialah syahid, dan siapa yang mati di jalan Allah juga syahid, siapa yang mati karena penyakit kolera juga syahid, siapa yang mati karena sakit perut juga syahid.”
Para fuqoha di antaranya Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Wahbah Zuhaili menyebut ada tiga jenis mati syahid. Pertama, mati syahid di dunia, namun bukan di akhirat.
Artinya, seseorang mati di medan perang untuk mendapatkan dunia bukan untuk menegakkan agama Allah SWT.
Kedua, mati syahid yang tidak dihitung di dunia tetapi di akhirat. Keadaan ini dicontohkan dengan mati karena tenggelam, ketiban benda yang rubuh, dan mati karena kecelakaan (tertabrak).
Selain itu, mati syahid yang tidak dihitung di dunia tetapi di akhirat juga termasuk pada jenazah yang meninggal karena penyakit di perut, terbakar, ketika melahirkan, berada jauh dari tempat tinggal, dan karena semacam penyakit paru-paru.
Terakhir, mati syahid di dunia maupun di akhirat. Artinya, orang yang melakukan ini mati di medan perang dengan niat bersungguh-sungguh menegakkan agama Allah SWT.
Hops.id