INIKEPRI.COM – Amsakar Achmad lahir di Sei Buluh, Kabupaten Lingga, pada 1 Agustus 1968 silam. Amsakar anak dari pasangan Achmad bin Jubil dan Halimah Binti Muhammad.
Nama Sempat Berubah
Awalnya ia diberi nama Muhamad Kanton. Rupanya, nama ini tak berjodoh dengannya karena saat kecil ia sering mengalami sakit.
Ada “adat” yang dipercaya hingga kini, apabila seorang anak sering sakit, salah satu “penyembuh” adalah merubah nama. Akhirnya, Muhammad Kanton diganti menjadi Muhammad Sabar.
Ada yang menarik, nama timang-timang Amsakar adalah Milu. Milu ini berasal dari kata Pemilu karena pada 1967, setahun sebelum tahun kelahirannya, tepat dilaksanakan Pemilu kala itu. Hingga hari ini, nama Milu ini masih melekat padanya di tanah kelahirannya.
Nah, nama Amsakar ini bermula saat ia akan mendaftarkan diri ke sekolah. Kala itu, ia lupa, dan sempat menanyakan perihal namanya ke sepupunya. Ternyata sama saja, sepupunya juga lupa. Akhirnya, ia mendaftarkan nama Amsakar, yang entah dari mana nama itu muncul di fikirannya.
Belakangan, ia pun menambah nama sang ayah dibelakang nama Amsakar tadi, dan mengurus legalitasnya hingga ke pengadilan negeri. Sehingga namanya hingga kini adalah Amsakar Achmad.
Pendidikan Amsakar
Milu menempuh pendidikan pertamanya di SDN 37 Sungai Buluh, Kabupaten Lingga. Walau masih berusia belia, Milu telah berupaya membantu perekonomian keluarganya. ia telah melakoni beberapa pekerjaan di sela-sela waktunya mulai dari mengumpulkan getah karet, menanam sayur (sayur kacang panjang, kunyit, lengkuas, ubi jalar, kangkung, dan bayam), hingga mengantar kue (penganan talam, tepung kusoi, apam, dan tepung gomak) ke warung dan kedai kopi sebelum berangkat ke sekolah.
Walau hidupnya begitu sulit, namun tak menghalangi ia untuk berprestasi. Ia menjadi juara dan berhasil masuk SMP Negeri 2 Dabo Singkep tanpa melalui tes.
Yang menarik, SMP ini berjarak sekitar 16 kilometer dari Kampung Suak Tangun, tempat tinggalnya. Ia mesti berdayung sepeda setiap hari menempuh jarak itu.
Selepas lulus, Amsakar kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atasnya di SMA Negeri 1 Dabo Singkep, yang merupakan satu-satunya SMA yang ada disana dan telah berdiri sejak tahun 1964. Sebelumnya, nama sekolah itu adalah SMA Swadaya.
Tak terasa tiga tahun ia lalui di SMA Negeri 1 Dabo Singkep. Ia kemudian diterima di Universitas Riau, Pekanbaru, pada jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik.
Ayahnya Menabung di Pelampung
Ada kisah menarik saat Amsakar sebelum melanjutkan pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Pada tahun 1987 silam, bersamaan dengan lulus SMA, Amsakar dipanggil ayahnya untuk membahas masa depan.
“Milu, kau masih mau melanjutkan sekolah atau tidak? Kalau mau melanjutkan kemana rencananya, kalau tidak apa langkah kau berikutnya?” Amsakar menirukan pertanyaan ayahnya.
“Saya nak kuliah ke Pekanbaru Pak Ngah,’’ kata Amsakar, mengenang.
Peristiwa berikut, tidak akan pernah dilupakan Amsakar dalam hidupnya. Mendengar jawaban Amsakar mau kuliah, sang ayah masuk ke dalam kamar, lalu membawa sebuah pelampung ke depan Amsakar. Ternyata, sang ayah menabung dalam pelampung. Lalu, pelampung itu dibelah. Isinya uang Rp100 ribu dan Rp50 ribu dan uang receh.
Totalnya Rp793 ribu. Uang tabungan itu, disiapkan sang ayah untuk Amsakar mendaftar ke Universitas Riau, membeli kasur, kompor dan biaya makan selama tiga bulan. Sebuah koper juga disiapkan. Isinya, sajadah, satu stel baju kurung dan sebilah keris.
“Saya menangis terisak-isak dan menyembah ayah saya. Saya akan katakan kepada dunia, segala jerih payah orang tua pada anak, kelak akan memberi laluan yang baik dan mengesankan bagi anak tersebut,’’ kata Amsakar, terharu.
Atas peristiwa itu, Amsakar bersungguh-sungguh menempuh pendidikan di tanah rantauan. Berkali-kali, Amsakar meraih juara Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) baik di tingkat lokal, regional dan nasional. Tahun 1990 Amsakar juara LKTI Tingkat Fisipol Universitas Riau dan Juara 1 LKTI Tingkat Sumatera dan Kalimantan Barat. Setahun kemudian, Amsakar menjadi juara 2 LKTI Tingkat Nasional.
Tahun 1991 Amsakar dinobatkan sebagai Mahasiswa Berprestasi I Tingkat FISIPOL UNRI dan Mahasiswa Berprestasi III Tingkat Universitas Riau. Amsakar selama dua tahun mendapatkan beasiswa Supersemar.
Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kampus, mengasah kemampuannya berorganisasi. Antara lain, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi Unri, Sekretaris HMI Pekanbaru, dan Sekretaris Keluarga Muda Mahasiswa Alumni Penerima Beasiswa Supersemar UNRI.
Tamat kuliah dan meraih gelar sarjana Sosiologi tahun 1994, Amsakar berusaha mendapatkan pekerjaan. Pada awalnya, ia ingin jadi dosen, dimana sewaktu sebum wisuda, ia telah menjadi asisten dosen. Masa itu, Amsakar telah mengajar tujuh mata kuliah. Namun, takdir Amsakar tidak bisa diterima di Universitas Riau. Karena formasi yang tersedia hanya jurusan hubungan internasional dan administrasi niaga. Selama dua tahun, ia hanya menjadi dosen luar biasa alias dosen honor
Menjadi Birokrat
Melihat tipisnya harapan menjadi seorang dosen, pada tahun 1997 ada tes penerimaan PNS, Amsakar pun mendaftar. Ia kemudian lolos seleksi, dan berhasil menjadi PNS sebagai staf Mawil Hansip Kota Batam. Mulanya ia enggan, tapi atas saran ayah dan mertuanya ia pun akhirnya mau menjadi seorang abdi negara.
Amsakar pun kemudian berangkat merantau ke Batam seorang diri, meninggalkan istrinya Erlita Sari dan dua putrinya Suci Handini dan Aprilia Dwiningrum, di Pekanbaru. Zaman itu, kantor wali kota berada di Sekupang.
Menjadi Staf di Mawil Hansip, Amsakar merasa tidak cocok, karena postur badannya yang kecil, dan sewaktu di kampus dulu tak pernah mengikuti kegiatan resimen mahasiswa.
Sewaktu itu, Amsakar mengantongi gaji cuma Rp87 ribu. Tak kehabisan akal, ia mencoba mencari “sampingan” dengan bakatnya yang lain, yaitu menulis. Ia seringkali diminta dalam hal finalisasi sebuah laporan. Tak cuma itu,.sambutan wali kota, ia juga yang membuat. Amsakar juga sering menulis ke koran Sijori Pos.
Dengan gaji yang ia rasa tak cukup, Amsakar kemudian memutuskan untuk menetap di Belakang Padang, dengan mengontrak rumah disana.
Tak terasa, dua bulan sudah ia menjadi seorang PNS, Amsakar kemudian mengikuti Latihan Pra Jabatan (LPJ) di Pekanbaru. Kesempatan itu, ia manfaatkan untuk memboyong keluarganya untuk ikut dengannya di Belakang Padang.
Untuk memulai lembaran baru, Amsakar menjual sepeda motor dan televisi. Akhirnya dengan modal itu, Amsakar dan keluarganya berkehidupan di Kampung Jawa, Belakang Padang, selama hampir dua tahun.
Pelan tapi pasti, karirnya sebagai pegawai negeri meningkat. Dari staf mawil hansip, Amsakar dipromosikan menjadi Kasubag Tata Usaha, pimpinan dan keuangan tahun 2000 sampai 2001 di era Wali Kota Nazief Soesila Dharma. Setelah itu, Amsakar dipercaya menjadi Kasubag Perlengkapan, Kasubag Perundang-undangan dan Kasubag Rumah Tangga.
Dari tahun 2005 hingga 2011 Amsakar dipercaya menjadi Kabag Umum Setdako Batam dan Kabag Organisasi. Amsakar dua kali menjadi kepala dinas, yakni Kadis PMP-KUMK Kota Batam tahun 2011 sampai 2012 dan Kadis Perindag ESDM Kota Batam dari 2012 sampai 2015.
Kantor Wali Kota Batam yang sebelumnya di Sekupang, pindah ke Batam Centre. Sejak itu, Amsakar dan keluarga juga harus pindah ke Batam karena jarak kantor semakin jauh. Apalagi, Batam – Belakangpadang harus ditempuh naik boat pancung. Amsakar lalu menyewa rumah di Batu Aji.
Amsakar dapat beasiswa program Strata 2 tahun 2002 di Universitas Airlangga Surabaya. Ia menyelesaikan program master tahun 2005. Tesisnya berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Motivasi dan Produktivitas Kerja Pegawai Pada Pemerintah Kota Batam” berhasil dipertahankan dengan Nilai A.
Masuk ke Gelanggang Politik
Amsakar yang telah malang melintang di birokrat tiba-tiba namanya menjadi calon wakil wali kota Batam mendampingi Muhammad Rudi, pada Pilwako Batam 2015.
Kemunculan Amsakar sebelumnya tidak diperhitungkan, jangankan kekuatan di masyarakat, secara finansial pun Amsakar mengakui itu adalah kelemahannya.
Akan terjun ke gelanggang politik, Amsakar pun menghitung resiko yang akan dihadapinya. Tak hanya melepas jabatan, akan tetapi juga harus mundur dari posisinya sebagai PNS. Secara resmi, pada Amsakar Ahmad pada tanggal 12 Agustus 2015 mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil dari Badan Kepegawaian Nasional.
Kendati demikian, Amsakar tak bisa mengajukan pensiun dini, lantaran belum memenuhi syarat pengabdian sebagai seorang PNS. Amsakar mengundurkan diri dengan pangkat terakhir Pembina Utama Muda dengan golongan IV/C.
Amsakar kemudian dilantik menjadi Wakil Wali Kota tanggal 14 Maret 2016 sampai 14 Maret 2021 mendampingi Muhammad Rudi pada periode pertama. Pasangan ini kembali terpilih untuk periode kedua pada 14 Maret 2021 sampai 2024.
Maju Sebagai Calon Wali Kota
Karena sudah dua periode duduk sebagai orang nomor dua, pada tahun 2024 ini Amsakar Achmad memantapkan diri untuk maju sebagai Calon Wali Kota Batam.
Perjalanan yang dilaluinya begitu berat untuk mencapai di tahapan ini. Terlalu banyak problematika yang dihadapinya.
Hingga akhirnya, cahaya itu akhirnya menerangi dirinya. Amsakar yang kapan hari diprediksi akan kesulitan mendapatkan rekomendasi partai politik, kemudian membalikkan keadaan.
Dalam sebulan terakhir ini, namanya menjadi perbincangan lantaran setelah memutuskan maju berpasangan dengan Li Claudia Chandra, partai politik secara berbondong-bondong memberikan dukungan kepadanya.
Hingga hari ini, 11 partai politik atau sama dengan 43 kursi dari 50 kursi di DPRD Kota Batam telah resmi memberikan dukungan kepada Amsakar dan Li Claudia Chandra.
Dengan hal ini, bisa dipastikan, Pilwako Batam yang akan dihelat pada November 2024 mendatang, pasangan Amsakar Achmad dan Li Claudia Chandra akan berhadapan dengan kotak kosong.
Amsakar, pria yang sempat “dikerdilkan” oleh kekuasaan, kini membuat kekuasaan yang sempat membelenggunya, tersungkur di pojok kanvas.
The Man Called Amsakar!
Penulis : IZ
Sumber Berita : Disadur dari laman: SOCRATESTALK.COM