Jakarta, inikepri.com – PP Muhammadiyah menolak bergabung dengan program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama yang kemarin diluncurkan oleh Kementerian Agama. Program itu sebelumnya dikenal dengan nama penceramah bersertifikat.
Muhammadiyah berpandangan, program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama itu tidak cocok bila diterapkan pada penceramah di bawah organisasi masyarakat atau ormas. Lantaran, penceramah dengan latar belakang ormas keagamaan pasti berpandangan dakwah merupakan panggilan agama.
“Kami tidak akan bergabung dengan kegiatan tersebut. Mungkin cocok bagi penceramah agama di bawah Kementerian Agama, para penyuluh agama, pegawai KUA, atau guru agama,” ujar Kepala Bidang Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, Jumat (18/9/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Gunung Djati Bandung itu mengatakan, program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama itu cenderung cocok untuk meningkatkan profesionalisme da`i di lingkungan Lemenag sendiri.
“Efektif untuk menaikan kualitas da`i di lingkungan Kemenag, dan saya setuju untuk makin ditingkatkan profesionalitasnya, sehingga menjadi penceramah yang di butuhkan masyarakat,” jelas Dadang.
Di sisi lain Ia menilai ada kekhawatirkan jika program tersebut tetap dijalankan, maka masyarakat akan memilih-milih penceramah sehingga menimbulkan diskriminasi.
“Yang dikhawatirkan terjadi diskriminasi dan membatasi orang untuk berceramah, padahal ceramah itu panggilan agama bagi setiap muslim,” tutur dia.
Meski sebelumnya mendapat penolakan dari berbagai kalangan, mulai dari MUI hingga Muhammadiyah, Kementerian Agama kemarin tetap merilis Program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama. Peluncuran program itu dihadiri Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi, di Jakarta, Jumat (18/9/2020).
“Bismillahirrahmanirrahim, dengan niat baik memberikan penguatan dan pembinaan, kami launching Program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama,” kata Zainut.
Rilis program ini diawali dengan sosialisasi yang digelar Ditjen Bimas Islam dan dihadiri lebih 90 penceramah perwakilan dari 53 lembaga sosial keagamaan.
Zainut mengatakan program ini bukanlah sertifikasi agama, tapi lebih ke pembinaan teknis dalam rangka penguatan kompetensi penceramah agama.
Menurutnya, program ini juga tidak hanya dilaksanakan Ditjen Bimas Islam, tapi juga Ditjen Bimas Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, serta Pusat Pembinaan dan Pendidikan (Pusbindik) Khonghucu.
“Ini bukan sertifikasi. Tidak ada paksaan mengikuti program ini. Sifatnya sukarela. Karenanya, yang tidak ikut Bimtek juga tidak terhalang haknya untuk terus berdakwah,” kata Wamenag.
“Kemenag akan menjalin kerja sama dengan majelis serta lembaga atau ormas keagamaan,” sambungnya.
Zainut mengatakan, Kemenag sangat concern dalam mendorong peran yang lebih luas dari para penceramah dalam pembangunan bidang agama. Apalagi, tantangan keberagamaan semakin beragam seiring perubahan zaman yang cepat.
Banyak perubahan-perubahan sosial terjadi yang disebabkan laju modernitas dengan beragam produknya. Namun, apa pun tantangan itu, Wamenag yakin para penceramah dan tokoh agama akan tetap tegar mengemban amanah merawat keberagamaan dengan baik.
“Karena itu, Kemenag terus membuka diri dan juga proaktif menjalin kerjasama dan kemitraan dengan seluruh ormas keagamaan dalam optimalisasi peran para penceramah,” tutur Wamenag.
“Kami melihat ada banyak sosok penceramah yang telah eksis mengedukasi masyarakat dengan bahasa agama yang ringan dan mudah dipahami. Ini adalah bukti betapa kita sangat kaya dengan sosok-sosok berwawasan moderat,” sambungnya.
Khusus penceramah agama Islam, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menambahkan bahwa tahun ini pihaknya akan memberikan penguatan kompetensi kepada 8.200 penceramah agama.
Jumlah ini terdiri dari 200 penceramah peserta bimtek Kemenag pusat dan 8.000 penceramah peserta bimtek yang dilakukan Kemenag Provinsi.
“Bimtek angkatan pertama di pusat rencananya akan dilakukan pada akhir September 2020. Proses bimtek berlangsung kurang lebih tiga hari,” tuturnya.
“Panitia akan bersurat kepada ormas dan lembaga untuk mengirim peserta. Panitia juga bisa langsung bersurat kepada peserta perorangan, khususnya kepada penceramah yang bukan berasal dari ormas,” tandasnya.
Ubah Nama Program
Dalam kesempatan itu, Zainut menjelaskan bahwa nama program yang kadung disebut penceramah bersertifikat itu sudah diubah menjadi Penguatan Kompetensi Penceramah Agama. Meski, dalam banner yang terpampang tertulis `Penceramah Agama Bersertifikat`.
Dia berharap perubahan nama dapat mengakhiri polemik yang muncul di masyarakat maupun MUI dan ormas Islam.
“Kami mendapatkan arahan dari berbagai pihak, akhirnya kami berketatapan program ini namanya adalah penguatan kompetensi penceramah agama. Jadi tidak ada lagi yang kemudian disebut dai bersertifikat. Ini untuk menghindari berbagai polemik yang muncul,” ucap Zainut.
“Kami ingin keluar dari persoalan polemik tersebut sehingga kami menemukan nama program `Penguatan Kompetensi Penceramah Agama`, dengan harapan ini enggak lagi disebutkan apakah ada yang bersertifikat atau enggak bersertifikat. Utamanya penguatan nilai kompetensi penceramah tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, program ini ditolak oleh MUI, Muhammadiyah dan beberapa anggota Komisi VIII DPR yang membidangi agama.
Selain memicu kegaduhan karena ada pembedaan penceramah bersertifikat dan tidak, program ini juga tak ada dalam pembahasan program Kemenag di Komisi VIII DPR.
Terpisah, anggota Komisi VIII DPR RI fraksi PKS Bukhori Yusuf menyesalkan sikap Kementerian Agama RI yang tetap merilis program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama itu meski sudah ditentang sejumlah pihak.
“Tidak sepatutnya sebagai menteri yang melayani rakyat justru bertindak yang meresahkan rakyat,” kata Bukhori saat dihubungi Tribunnews, Jumat (18/9/2020).
Ketua DPP PKS itu juga menyayangkan pencantuman logo Majelis Ulama Indonesia (MUI) di latar belakang atau backdrop acara bimtek penceramah bersertifikat.
Menurutnya, pihak Kemenag harus bertanggung jawab karena MUI tidak ada kaitannya dengan program tersebut.
“Apalagi dalam program tersebut pencantuman logo MUI seabgai lembaga yang dicatut dalam program tersebut,” ucapnya.
Bukhori berharap ke depannya Kemenag dapat menjalankan fungsi keagamaan yang mencerminkan rahmatan lil alamin, bukan sebaliknya meresahkan masyarakat.
“Kemenag harus memberi contoh yang baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya agar fungsi keagamaan yang dijalankan Kemenag dapat mencerminkan risalah Islam yang rahmatan lil alamin, bukan malah sebaliknya,” ujarnya.
Sumber : www.kumparan.com