ABK Kapal China Asal Demak Menceritakan Realitanya : Dipaksa Makan Babi dan Dipanggil Laowei (Orang Rendahan)

- Admin

Minggu, 17 Mei 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Batam, Inikepri.com – Belakangan ini kabar mengenaskan datang dari nelayan Indonesia. Para nelayan Indonesia yang bekerja di kapal China mendapat perlakuan kejam saat bertugas.

Yuli Triyanto (26) adalah mantan anak buah kapal (ABK) pencari cumi-cumi di kapal berbendera China memberikan kesaksian. Menjadi pelaut dengan bayaran 300 USD atau sekitar Rp 4.800.000 per bulan itu tak membuat kehidupannya semakin sejahtera.

Bahkan uang hasil dari melaut selama dua tahun tersebut dikatakan Yuli telah habis tak tersisa. Yuli pun buka suara mengenai kekejaman jadi ABK di kapal nelayan berbendera China tersebut.

Dirinya sesekali tersendat bersuara seperti menahan perasaan saat menceritakan kisah perjalanannya jadi nelayan.

Pria berusia 26 tahun tersebut adalah lulusan dari sebuah sekolah menengah perikanan di Demak pada tahun 2013 silam. Memang dirinya telah terbiasa bekerja keras lantaran kondisi ekonomi kurang beruntung dari keluarganya.

Hal itulah yang membuatnya harus berpikir keras tentang masa depannya kelak dan jadi salah satu faktor Yuli memberanikan diri kerja di kapal China.

Baca Juga :  ABK Indonesia Di Kapal Asing: Kekerasan Dapat Terus Terjadi Tanpa Mereka Diberi Pembekalan Saat Direkrut,'Kami Ditendang, Dimaki Ketika Kelelahan'

Dia pun mulai mendaftarkan diri setelah lulus sekolah ke penyalur tenaga kerja Indonesia di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.

Ditemani oleh rekan sebayanya yang juga sama-sama mendaftar jadi TKI, cerita hidup Yuli untuk meraih masa depan cerah dimulai.

“Kontrak saya dengan PT di Pemalang itu, tertera gaji 300 USD. Dibayarkan tiap tiga bulan sekali dikirimkan ke rumah,” tutur Yuli di rumahnya, RT 3 RW 4, Dukuh Karangturi, Desa Karangrejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (13/5/2020), dikutip dari Kompas.com.

Ternyata apa yang dijanjikan di awal kerja mengenai gaji tersebut tidaklah sesuai perkiraan Yuli. Dari upah yang seharusnya sekitar Rp 4.800.000 per bulan, keluarga di rumah hanya mendapatkan uang sekitar Rp 1.500.000.

Saat minggu pertama berada di atas kapal, Yuli kaget dengan pekerjaan yang ia dapatkan lantaran tak ada keterangan yang pasti dari kantor penyalur TKI mengenai jenis pekerjaan maupun standar operasional prosedur (SOP) yang harus ia jalankan.

Baca Juga :  Aa Gym Talak Teh Ninih, Teh Rini Ungkap Jadi Istri Muda Sulit, Netizen: Gak Bermoral!

Kapal yang ia naiki adalah kapal golongan ukuran 2.000 gross ton. Dirinya pun mengaku kesusahan saat berkomunikasi dengan rekan kerja yang berasal dari negara berbeda-beda tersebut

“Awalnya pakai bahasa isyarat. Orang-orang China di atas kapal tempat saya bekerja itu tegas dan disiplin. Tanpa basa basi. Kerja dan kerja adalah keseharian mereka,” ungkapnya dengan mimik serius.

Sebenarnya jika para ABK asal Indonesia sudah dibekali dengan petunjuk SOP, Yuli merasa perlakuan kasar mungkin bisa diminimalkan.

Berdasarkan pengamatan Yuli, pelaut asal Indonesia menjadi pekerja kelas terendah sebab tak berbekal SOP yang cukup sehingga tindakkannya kerap memancing emosi para pengambil kebijakan di kapal tersebut.

Berada di lautan lepas jauh dari tanah air, membentuknya menjadi pribadi tahan banting. Dia mengaku kerap mendapat perlakuan yang keras dari ABK asal China.

“Mereka menyebut kami ABK asal Indonesia dengan panggilan laowei yang kira kira artinya orang rendahan,” katanya.

Baca Juga :  INSA Usul Pembentukan 'Sea and Cost Guard'

Jika kinerja bagus, makanan dan perlakuan juga mengikuti.

Mereka yang kerap mendapat perlakuan tidak layak, biasanya karena kurang bisa membawa diri dalam bekerja di lautan dengan orang asing.

Tak hanya perlakuan buruk dari rekan kerja dan pemotongan gaji yang ia dapatkan saat jadi ABK.

Yuli juga mengaku bahwa dirinya tak menerima bonus yang telah dijanjikan oleh kapten kapal saat mencari cumi-cumi.

Ia dijanjikan mendapatkan bonus sekitar Rp 1.200.000 setiap ton cumi yang bisa ditangkap. Kesengsaraan yang dialami oleh Yuli pun tak berakhir di situ saja.

Selama setahun penuh Yuli dan awak kapal asal Indonesia lainnya dilarang untuk memberi kabar pada keluarga di kampung halaman.

Bahkan keluarga di kampung sempat meyakini bahwa dirinya meninggal dunia di laut.

Walau ada Yuli dan ABK lain beragama muslim, makanan yang disajikan di kapal mayoritas daging babi.

Pengalaman pahit yang pernah dialami oleh Yuli tersebut membuatnya kini enggan untuk kembali melaut di kapal asing.

Berita Terkait

Musyawarah Kadin Indonesia Siap Digelar
Dana Pribadi Presiden Prabowo untuk Uji Coba Makan Bergizi Gratis tidak Masalah
Kesepakatan Haji 2025: Indonesia Dapat Kuota 221 Ribu Jemaah, Ini Detilnya
Pemerintah Percepat Sertifikasi Tanah Wakaf
Kapolri dan Kepala BPOM Perkuat Sinergi Penindakan Mafia
Ditjen Bea Cukai Sampaikan Upaya Pencegahan agar Terhindar dari Penipuan
Mudahnya Pengajuan Hak Tanggungan dan Proses Roya di Kementerian ATR/BPN
DPR Sahkan Biaya Haji 2025, Kuota Jemaah 221 Ribu
Tag :

Berita Terkait

Kamis, 16 Januari 2025 - 08:13 WIB

Musyawarah Kadin Indonesia Siap Digelar

Rabu, 15 Januari 2025 - 07:52 WIB

Dana Pribadi Presiden Prabowo untuk Uji Coba Makan Bergizi Gratis tidak Masalah

Selasa, 14 Januari 2025 - 06:40 WIB

Kesepakatan Haji 2025: Indonesia Dapat Kuota 221 Ribu Jemaah, Ini Detilnya

Senin, 13 Januari 2025 - 08:15 WIB

Pemerintah Percepat Sertifikasi Tanah Wakaf

Minggu, 12 Januari 2025 - 07:31 WIB

Kapolri dan Kepala BPOM Perkuat Sinergi Penindakan Mafia

Berita Terbaru

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bersama Kepala Staf Kepresidenan A.M. Putranto memastikan kesiapan program PKG di Puskesmas Watukawula, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Jumat (17/1/2025). Foto: Kemenkes

Kesehatan

Kemenkes Akselerasi Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Minggu, 19 Jan 2025 - 09:51 WIB