INIKEPRI.COM – Manifestasi perdagangan RI sepanjang 2022 menunjukkan hasil memuaskan. Laju peningkatan ekspor pada tahun lalu naik 26,07 persen dibandingkan periode sama pada 2021. Nilai ekspor menyentuh 291,98 miliar dolar AS sepanjang Januari-Desember 2022.
Kontribusi ekspor nonmigas masih menjadi yang tertinggi, yakni sebesar 94,51 persen atau sebesar 275,96 miliar dolar AS. Sementara sisanya 16,02 miliar dolar AS dari migas (minyak dan gas).
BACA JUGA :
Bitcoin Dinilai Bisa Jadi Mata Uang untuk Perdagangan Global
Proporsi terbesar dari ekspor nonmigas berasal dari bahan bakar mineral sebesar 54,98 miliar dolar AS (19,92 persen) dan lemak serta minyak hewan/nabati – kelapa sawit termasuk di dalamnya- senilai 35,20 miliar dolar AS (12,76 persen).
Melejitnya nilai ekspor membuat neraca perdagangan RI kembali mencatatkan surplus. Tak tanggung-tanggung, sejak Mei 2020 hingga Desember 2022, Indonesia menorehkan surplus selama 32 bulan berturut-turut sebesar 23,83 miliar dolar AS. Sedangkan impor 19,94 miliar dolar AS, ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam rilis resmi BPS di Jakarta, Senin (16/1/2022) seperti disimak GPR News secara daring.
Indonesia secara tahunan mulai mendapati surplus perdagangan Sejak 2020. Di mana sebelumnya sempat negatif pada 2018 sebesar 8,7 miliar dolar. Begitu juga 2019 senilai 3,59 miliar dolar AS. Namun, pada 2022 neraca perdagangan berjalan positif di level 21,62 miliar dolar AS. Hal tersebut terus meningkat hingga 54,46 miliar dolar AS seiring dengan kenaikan nilai ekspor pada 2022.
Namun bagaimanapun, prestasi ekspor Indonesia pada 2022 tidak terlepas dari sejumlah faktor. Pertama yakni meningkatnya harga komoditas menyusul pemulihan ekonomi Covid-19 dan pecahnya perang Rusia-Ukraina. Harus diakui Pertempuran yang dimulai pada Februari 2022, telah menyebabkan pasokan pangan dan energi dunia terganggu. Suplai gas Rusia ke negara-negara Eropa tak berjalan normal.
BACA JUGA :
OJK Optimis ASEAN Jadi Episentrum Pertumbuhan Ekonomi
Harga migas pun meroket disusul dengan beragam komoditas lainnya. Harga produk seperti batu bara dan kelapa sawit menyentuh rekor tertinggi. Sebut saja harga batu bara yang mencatat rekor tertinggi 457,80 dolar AS per ton di bursa Newcastle. Sementara CPO (minyak kelapa sawit) sempat menyentuh rekor tertinggi di level 2.010 dolar AS per metrik ton.
Indonesia mendapatkan windfall atau “durian runtuh” dari kenaikan harga komoditas. Mengingat RI merupakan pemasok utama sawit dan batu bara dunia. Pada 2021, Indonesia menjadi eksportir terbesar batu bara dunia dengan 478 juta metrik ton. Pun halnya dengan sawit, Indonesia dan Malaysia berada di puncak teratas pemasok CPO dunia.
Faktor lain yang juga mempengaruhi peningkatan ekspor RI. Seperti, pemulihan ekonomi di China. Pada kuartal tiga pertumbuhan ekonomi China tumbuh 3,94 persen. BPS mencatat kenaikan ekspor nonmigas terbesar RI ke China mengalami peningkatan sebesar 12,457 miliar dolar AS. Kenaikan itu merupakan yang tertinggi dibandingkan negara utama tujuan lainnya.
Secara total kontribusi ekspor nonmigas RI ke Tiongkok mencapai 63,58 miliar dolar AS atau 23,03 persen dari total pangsa ekspor. Setelah itu baru disusul dengan Amerika Serikat sebesar 28,20 miliar dolar AS, India 23,30 miliar dolar AS, dan Jepang 23,19 miliar dolar AS.
Di dalam negeri, membaiknya kinerja sektor industri juga ikut memberikan sumbangsih bagi peningkatan ekspor. Industri pengolahan pada 2022 mengalami kenaikan 16,45 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar dari total ekspor nonmigas RI sebesar 206 miliar dolar AS.
Selain itu, kebijakan larangan ekspor bahan mentah nikel juga telah mendongkrak pengiriman besi dan baja RI ke luar. Ekspor besi dan baja mengalami peningkatan 6,8 miliar dolar AS.
Tantangan 2023
Halaman : 1 2 Selanjutnya